Aku tidak menyangka suatu hari anakku memperlihatkan salah satu ujian mata pelajaran Chinese yang mendapatkan nilai 94 (anakku yang pertama memang nilai di sekolahnya selalu berprestasi), dan kali ini ujian tengah semester didapatkan dengan score Essaynya yang kurang 1 (satu) point (setau informasi yang kudapat, nilai full score untuk essay memang tidak pernah diberikan di sekolah), karena hey essay seperti apa yang bisa mendapatkan full score karena setiap orang “memandang” cerita, suatu topic atau persepsi kehidupan selalu berbeda. Jadi untuk dia mendapatkan hampir full score di bagian essay mengarangnya sudah merupakan suatu kebanggaan.
Dia bercerita bahwa ada satu topic yang harus dipilih dari 2 topic yang diberikan, yang pertama adalah mengenai ceritakan keindahan alam yang pernah kamu jumpai atau datangi. Yang kedua yang akhirnya menjadi topic pilihan anakku adalah suatu hal yang kamu alami struggle di awal dan akhirnya kamu berhasil bisa atasi.
Tentunya anakkku menulis panjang lebar essay tersebut di dalam Hanzhi (tulisan mandarin), karena aku tidak mengerti sehingga aku harus menggunakan aplikasi translation dan tentunya juga meminta bantuannya untuk menterjemahkannya.
Tulisan anakku secara garis besar akan aku ceritakan disini, untuk kamu kamu yang pintar membaca mandarin, silakan dibaca dan diresapi :)
Aku mulai ingin belajar naik sepeda di usiaku yang mulai beranjak remaja. Awalnya aku melihat di luar jendela betapa hebat dan bahagianya teman-temanku mahir naik sepeda, mungkin aku belajar naik sepeda agak telat, kalau orang-orang banyak mulai naik sepeda dari kecil, sedangkan aku ketika beranjak remaja.
Singkat cerita, aku mulai meminta orang tuaku untuk membelikanku sebuah sepeda, orangtuaku membelikannya, aku lalu mulai berpikir kalau banyak anak yang naik sepeda dengan mudahnya, pastilah akupun dengan mudahnya bisa bermain sepeda.
Ternyata pikiranku salah, belajar mengendarai sepeda itu sangat susah, aku selalu jatuh, jatuh, dan terus jatuh. Aku hampir putus asa, aku merasa aku “tidak sepintar” seperti nilai-nilai di sekolah yang aku biasa dapatkan dengan mudah.
Aku….Putus Asa. Karena hari berganti hari, minggu berganti minggu, aku tetap tidak bisa keep on balance. Lalu aku mulai kecewa dengan diriku sendiri, ternyata belajar mengendarai sepeda tidak segampang yang aku bayangkan. Putus….Asa.
Ayahku yang mengajariku secara technically selama beberapa minggu mulai bertanya: “Ada apa? Kenapa susah sekali untuk keep your balance? Papa sudah mengajarkan kamu berkali-kali, dan papa tidak tahu harus menggunakan cara apalagi mengajarimu.” Dia tidak marah, dia hanya bingung cara apalagi yang harus digunakan supaya aku bisa keep my balance.
Kemudian, My Angel coming, MAMA, mama yang selalu memotivasi diriku dan selalu punya cara untuk menguatkan mentalku dan seringkali merubah cara berpikirku ketika diperlukan.
Mama mendekatiku dan berkata dengan halus : “Bukan tekniknya yang salah, tapi pola pikirmu yang tidak percaya dengan dirimu sendiri, kamu selalu berpikir kamu akan jatuh, kamu tidak percaya dengan dirimu sendiri”, mamaku ini memang selalu mengajarkanku untuk percaya dengan diriku sendiri, tapi kali ini aku lupa.
Mama berkata “Coba deh tenangkan dirimu, relax dan percaya bahwa kamu tidak akan jatuh mulailah percaya dengan dirimu sendiri, camkan dalam pikiranmu bahwa kalau orang lain bisa, kamupun mampu seperti yang lainnya”, Lalu mama mulai menaiki sepeda sambil berkata “Tenang seperti ini dan percaya dengan dirimu sendiri”.
Aku mencamkan itu di otakku, aku mulai menaikki sepeda, lalu kemudian, ….aku terjatuh lagi, tapi aku tanamkan kembali dan percaya dengan diriku sendiri, lagi dan lagi, lalu tiba-tiba akupun bisa dengan lancar bermain dengan sepedaku. Ternyata bukan teknisnya yang aku tidak mengerti, tapi the struggling is on my own mind. Kepercayaan diri itu sangat penting di dalam hidup ini, itu yang selalu mama koar koarkan setiap kami berbincang. Mama selalu bilang “you can do anything as long as you put your mind into it”.
Setelah aku mendengar terjemahan yan didengarkan oleh anakku, pertanyaan pertamaku adalah “Was i really saying that when you were learning bicycle?” “is it true story?” She said “Yes, off course, it is true story”.
Eits, jangan salah sangka dulu, aku bertanya begini karena aku memang seringkali, mungkin hampir setiap hari berbincang dengan anakku dan seringnya aku mengajarinya eye to eye, sebagai perempuan harus seperti apa, mental seperti apa yang harus kamu miliki, dan lain sebagainya. Aku selalu mengusahakan kata-kata yang keluar dari mulutku selalu kata-kata yang memotivasi dia (yang mungkin aku ga pernah dapatkan sedari aku kecil, makanya aku mencoba merubahnya ketika aku memiliki anak).
Aku memang mengingat pernah berbicara dengannya seperti cerita diatas, tapi seingat aku, aku hanya seperti sembari jalan ketika berbicara itu, i meant like, i didn't say it eye to eye like i usually do, it just like by the way saying and teaching her. Itu yang membuatku “kinda shock” like OH I DIDN’T REALIZE WHAT IM SAYING AS A PARENT GAVE GREAT IMPACT TO MY DAUGHTER. LIKE IT AFFECTS HER SO MUCH.
Inti dari cerita diatas adalah seringkali kita sebagai orang tua ketika kita kesel, marah, kecewa dengan sesuatu, atau keadaan, atau dengan anak kita sendiri karena hal kecil, kita seringkali tidak memfilter omongan kita, mungkin tanpa kita sadari kita “melecehkan”, membuatnya kecewa, bahkan mungkin menghancurkan kepercayaan dirinya (pengalaman pribadi) dimana tanpa kita sadari kita menjadikan anak kita sosok pribadi yang mungkin kecewa akan dirinya sendiri, tidak pernah percaya bahwa dirinya sendiri mampu, atau mungkin sampai “mematikan” emosi dan empatinya terhadap sesama manusia karena kurangnya kasih sayang orang tua yang tidak pernah dirasakan.
Kasih sayang orang tua tidak cukup hanya dengan materi, makanan yang enak di meja makan, kotak pensil, tas sekolah yang bagus, handphone keluaran terbaru atau mungkin mobil mewah yang diberikan.
Kasih sayang yang sesungguhnya yang bisa merubah hidup setiap anak adalah Rasa dicintai, rasa dihargai, rasa dimengerti, dan perkataan motivasi yang terus menerus diberikan, menguatkan mental mereka di setiap aspek kehidupan mereka.
Seperti artikel yang pernah aku tulis sebelumnya, bahwa aku tumbuh di keluarga yang mungkin seringkali tanpa mereka sadari terutama ibuku selalu mendengungkan kata-kata yang membuat aku tidak percaya dengan diriku sendiri, selalu membuat aku merasa “I’m not good enough, I’m not kind enough, I’m not smart enough”, sehingga aku berjanji ketika aku memiliki anak I will take care my words and do the opposites.
Tapi tidak pernah aku sadari sedalam ini bahwa perkataan orang tua di SETIAP SAAT SELALU DISERAP OLEH anak-anak, disengaja maupun tidak disengaja.
Akhir kata, sebagai orang tua, berhati-hatilah dalam berucap, perhatikan selalu kalimat-kalimat yang digunakan ketika merespon tentang segala sesuatu yang anak-anak anda ceritakan. Karena kalimatmu akan membentuk pola pikir mereka, kepribadian mereka, dan akan menentukan masa depan mereka sebagai seorang manusia dewasa.
For every parents out there, Do things and say things that you want or wish your parents say to you when you were little. Good Luck Parents.