Ketika aku menonton, aku jadi berkaca pada diri sendiri, aku jadi mengingat akan hubungan aku dan ibuku yang memang sedari kecil tidak pernah semulus jalan tol. Aku mengerti, aku tidak menghakimi, kenapa?...Bersyukurlah kalian semua yang memiliki ibu seperti normalnya seorang ibu.
Ada orang yang dari pengalamannya menjadikannya pribadi yang tidak akan mengulanginya lagi kepada anaknya kelak, ada juga yang malah efeknya sebaliknya, menjadikannya pribadi yang berbeda, dan aku mendapatkan ibu dengan efek yang kedua.
Ibuku bukanlah ibu yang hangat, aku seringkali dibandingkan dengan kakak-kakakku sedari aku kecil, ini yang melumpuhkan kepercayaan diriku sedari dini, aku seringkali dirasa "tidak sebaik", "tidak sepintar", "tak sepantasnya", "seharusnya", "bukanlah", dan lain sebagainya. Aku tidak pernah merasa nyaman ketika bercerita dengan beliau tentang apapun di dalam hidupku, karena yang kudapatkan hanyalah "rasa disalahkan", dinilai "biasa aja ceritamu", ceritaku tidak pernah diindahkannya, dianggap lalu lalang seperti mobil di jalan raya yang berlalu lalang saja.
Aku tidak pernah merasa nyaman berada di dekat ibu kandungku sendiri. Ini yang menjadikanku tumbuh menjadi anak yang tidak memiliki kedekatan emosi yang mendalam, walaupun kita setiap minggu selalu spend time bersama, walaupun kita sering ke salon bersama ketika aku remaja, dibeliin baju sebanyak yang aku mau, membeli makanan yang aku suka, diberikan uang jajan lebih dari cukup, dibelikan apapun yang aku suka selama mereka mampu, kebetulan ayahku adalah pengusaha sukses yang mampu mencukupi kebutuhan kami sekeluarga, dan walaupun kita selalu pergi ke luar negeri di setiap liburan panjang kenaikan kelas, dan pergi ke luar kota di setiap liburan pendek. Tapi tidaklah menjadikan aku anak yang memiliki kedekatan emosi kepada ibuku sendiri. KENAPA?? Apakah materi tidak bisa membeli hati anak?
Ternyata kedekatan emosi harus digapai dengan quality time, not quantity time, ternyata didapatkan dengan rasa dicintai, dihargai, tidak diremehkan, diterima, dan dianggap ceritanya. Aku dapatkan ini dari suamiku.
Aku sangat amat nyaman berada di dekat suamiku, dialah yang selalu menyadari "kisahku adalah penting", aku merasa "didengar" walaupun dia tidak selalu siap pasang telinga ketika aku ingin bercerita, tapi dia tahu kapan aku membutuhkan dan pada saat hati ini sedih. Dia memberikan aku rasa dan tahu artinya diterima seutuhnya, semua kelebihan dan kekuranganku.
Ketika aku bertumbuh dewasa, dan menjadi seorang ibu, aku bertambah menyadari kalau ibuku tidaklah seperti aku sebagai seorang ibu. Dari banyak kejadian yang terjadi ketika kami menikah, lama kelamaan suamiku yang tidak tahu akhirnya menjadi tahu, awalnya dia heran dan kaget kenapa ada ibu seperti ibuku, karena in the other hand, suamiku memiliki ibu yang sangat cinta pada dia (terlepas dari hubungan aku dan my mother in law), tapi sebagai ibu, suamiku memiliki ibu kandung yang sangat amat mencintai suamiku melebihi apapun and it shows through her actions. It is very different with my mother.
Walaupun aku dan ibuku tidak terlalu indah hubungannya, suamiku tetap selalu mengajarkan aku untuk at least tetap menghargai ibuku terlepas dari apapun perasaanku.
Kalau ada orang yang berkata "kamu akan semakin mencintai ibumu ketika kamu menjadi seorang ibu", aku malah sebaliknya, aku semakin sadar bahwa aku tidak memiliki ibu seperti yang aku pikir, dan seharusnya. Aku merasakan rasanya menjadi seorang ibu, dan begitu mencintai seorang anak, mencintai anak melebihi cinta pada diriku sendiri.
Ketika aku melihat seorang ibu-anak bertengkar, aku TIDAK SELALU menyalahkan si anak, karena akupun tahu rasanya berada di posisi, 1. Tidak semua ibu adalah ibu yang baik dan seharusnya sebagai seorang ibu, 2. Kedekatan emosi yang dibangun dari sejak kecil tidak bisa dibohongi ketika kita dewasa, bagaimanapun kita dididik, kalau emosi kita tidak pernah terbangun akan terlihat ketika kita dewasa memperlakukan ibu kita.
Jangan selalu menyalahkan anak, karena setiap anak akan sendirinya bisa mencintai ibunya atau ayahnya, ketika hal pertama terpenuhi yaitu orang tuanya disiplin dan tidak memanjakan anaknya menjadi seperti yang anaknya mau DAN yang kedua anak merasa dicintai, dihargai, diterima perasaannya.
Dua hal ini adalah hal yang sangat penting untuk ditumbuhkan di tiap anak. Ada orang tua yang sangat mencintai anaknya, pokoknya melakukan semua hal kedua yang barusan aku jabarkan, tapi sayangnya dia tidak pernah mendisiplinkan anaknya menjadi anak yang mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab, yang ada anaknya selalu dimanja dan diturutin kemauannya. Hal ini juga bisa menjadikan anaknya menjadi anak yang tidak punya rasa tanggung jawab dan cinta kepada orang tua, istilahnya "semau gue, semua keinginan gue harus diturutin".
Orang tuaku sukses mengajarkanku bagaimana seharusnya anak berperilaku dan berkata-kata, tapi ibuku lupa mengajarkanku hal kedua yaitu rasa diterima, dihargai, dan dicintai.
Sekarang ketika anak beranjak dewasa, siapa yang harus dipaksa dan terpaksa, apakah ujungnya anak yang harus selalu disalahkan? Kebudayaan kita selalu mendidik bagaimana menjadi anak yang baik, dan seringkali lupa mengingatkan orang tua, bagaimana menjadi orang tua yang dicintai anak.
Sekarang aku adalah seorang ibu dari dua anak, aku selalu "khawatir" tanpa sengaja ataupun sengaja aku mengulang "putaran putaran" dari ibuku ke anakku, aku beberapa kali mengingatkan anakku, kalau ada yang tidak disukai dari ibu, kamu boleh berkomentar dengan penuh hormat dan sopan, ibu akan coba menganalisa dan mengerti. Aku juga beberapa kali menyempatkan untuk bertanya kepada anakku kelebihan atau kekurangan dari ibu yang kamu suka dan tidak suka, aku menilik hatinya, karena aku tidak mau menjadi ibu yang otoriter yang akhirnya ujungnya aku yang diasingkan karena rasa ketidaknyamanan.
Aku mau menjadi ibu yang dicintai bukan karena keharusan seorang anak mencintai orang tua, tapi aku mau menjadi ibu yang dicintai anaknya, dirindukan oleh anaknya karena kebutuhan emosi anaknya yang selalu ingin terpenuhi, seperti seorang remaja yang pertama kali jatuh cinta kepada lawan jenisnya, aku ingin dicintai karena anakku membutuhkan cintaku, ingin dirindukan oleh anak karena rasa rindu yang ingin tumpah, bukan karena tata krama kebudayaan yang mengharuskannya.
Ketika aku berdoa kepada Tuhan, aku tidak hanya berdoa kepada Tuhan "Jadikanlah anakku anak-anak yang sayang dan hormat orang tua", selalu aku tambahkan sesudahnya di setiap doaku DAN "Jadikanlah aku orang tua yang bijaksana yang bisa mendidik anak-anakku dengan penuh kasih"
Little Note: Untuk setiap orang yang sudah menjadi ayah atau ibu, jangan berharap anak-anak kita akan mencintai kita secara otomatis, mereka bukanlah computer yang bisa di setting perasaannya, atau pikirannya. Anak-anak kita adalah seorang manusia biasa yang memiliki perasaan, hati, pikiran yang harus diajarkan dan ditumbuhkan emosi, dan rasa cintanya. Pelajaran yang kudapatkan dan ingin kubagikan adalah tumbuhkanlah rasa tanggung jawab seperti kita bertanggung jawab kepada mereka, terimalah kekurangan dan kelebihan mereka seperti kita ingin diterima, hargailah mereka seperti kita ingin dihargai dan Cintailah mereka seperti kita ingin dicintai.